Kamis, 11 Juni 2009

BIOFUEL

PEMBUATAN ENERGI ALTERNATIF DARI GANYONG

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Dewasa ini pasokan minyak dunia sudah semakin berkurang, karena kebutuhan minyak bumi yang semakin meningkat sedangkan minyak bumi merupakan sumber daya alam yang tidak terbarukan. Untuk itu diperlukan suatu alternatif untuk mencari pengganti sumber energi tersebut. Negeri ini dikenal memiliki kekayaan alam yang melimpah. Di antaranya bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan. Mulai dari pancaran sinar matahari yang melimpah ruah, air, angin, gelombang pasang laut, gas alam, hingga ratusan jenis tanaman. Sayangnya, semua itu hanya sebatas potensi yang belum bisa dimanfaatkan secara optimal. Apalagi dengan kebijakan yang diambil pemerintah yaitu mensubsidi BBM, telah membuat rakyat di negara ini menjadi malas untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki oleh negara kita.

Pemanfaatan sumber-sumber energi pun menjadi timpang. Minyak bumi menempati proporsi terbesar sebagai sumber energi penduduk, yakni mencapai 54,4 persen, disusul gas bumi 26,5 persen. Sisanya, 14,4 persen batu bara, 3,4 persen tenaga air, 1,4 persen panas bumi, dan lainnya hanya 0,2 persen. Padahal, minyak dan gas bumi cadangannya terbatas dan suatu saat pasti akan habis.

Memang harus diakui, kebijakan mengurangi subsidi BBM yang mengakibatkan kenaikan harga BBM akan memberatkan rakyat, terutama yang berpenghasilan rendah. Bukan saja karena harganya yang melonjak naik, tetapi BBM juga menjadi langka di pasaran. Namun, di sisi lain, ini menjadi momentum yang baik bagi dimulainya pemanfaatan sumber-sumber energi non-BBM. Awalnya pahit memng tetapi hal ini akan berdampak baik bagi masyarakat di masa depan. Apalagi, sejumlah hasil penelitian di berbagai institusi seperti ITB, LIPI, dan BPPT membuktikan, pemanfaatan sumber-sumber energi non-BBM, lebih hemat biaya dan ramah lingkungan daripada penggunaan BBM. Hasil uji coba memperlihatkan, penggunaan biodiesel bisa menurunkan emisi udara lebih dari 60 persen.

Melihat kondisi tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti BBM. Walaupun kebijakan tersebut menekankan penggunaan batu bara dan gas sebagai pengganti BBM, kebijakan tersebut juga menetapkan sumber daya yang dapat diperbaharui seperti bahan bakar nabati sebagai alternatif pengganti BBM. Selain itu pemerintah juga telah memberikan perhatian serius untuk pengembangan bahan bakar nabati (biofuel) ini dengan menerbitkan Instruksi Presiden No 1 Tahun 2006 tanggal 25 Januari 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar lain.

Beberapa dari bahan bakar nabati yang dapat dikembangkan adalah biodiesel dan bioetanol. Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk menghasilkan biodiesel dan bioetanol mengingat kedua bahan bakar nabati ini dapat memanfaatkan kondisi geografis dan sumber bahan baku minyak nabati dari berbagai tanaman yang tersedia di Indonesia. Menurut hasil riset Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Indonesia memiliki kurang lebih 60 jenis tanaman yang berpotensi menjadi energi bahan bakar alternatif. Diantaranya adalah kelapa sawit, kelapa, jarak pagar dan kapuk yang bisa dijadikan biodiesel untuk bahan bakar alternatif pengganti solar, dan tebu, jagung, singkong, ubi serta sagu yang bisa dijadikan bioetanol untuk dijadikan bahan bakar alternatif pengganti premium.

Saat ini pun, dalam skala yang masih kecil, pemanfaatan energi alternatif pengganti BBM sudah mulai diaplikasikan. Biodiesel yang dibuat dari minyak nabati seperti jarak pagar, sawit, kelapa, kapuk, dan sejumlah tanaman lain, digunakan sebagai pengganti solar. Bioetanol dan gasohol yang terbuat dari bahan-bahan bergula seperti singkong, tetes tebu, nira sorgum, ganyong, ubi jalar, digunakan untuk menyubstitusi bensin. Demikian pula dengan biogas yang memanfaatkan sampah dan kotoran hewan, digunakan untuk menyubstitusi minyak tanah dan elpiji.

Tentu saja, energi alternatif pengganti BBM bukan hanya bersumber dari tanaman. Sampah dan kotoran, kini juga menjadi "harta karun hitam" yang bisa digali sebagai sumber biogas untuk menyubstitusi energi, khususnya elpiji dan minyak tanah. Ini sudah dilakukan PT Mulya Tiara Nusa terhadap sekira 105 peternak di Lembang, Tanjung Sari, Solo, Subang, Bali, Padang ,dan Tasikmalaya. Pemanfaatan biogas skala rumah tangga tersebut cukup sederhana, murah, dan ramah lingkungan. Kotoran sapi yang semula menjadi "sampah" yang merepotkan, kini bisa menjadi bahan bakar.

Kini, menjadi tugas pemerintah untuk bisa menciptakan kondisi agar pemanfaatan energi alternatif yang mulai berkembang ini bisa benar-benar memasyarakat dan terhenti di tengah jalan. Krisis mengajarkan pada kita, tak ada waktu lagi untuk menunda-nunda pemanfaatan sumber-sumber energi alternatif. Para peneliti dan pelaku usaha sudah memperlihatkan kerja keras dan kemauan mereka. Kuncinya ada di tangan pemerintah. Pemerintah tinggal mengetuk palu dan memutuskan: ya, sekaranglah saatnya kita memasuki era baru, energi terbarukan. Jika momentum ini tidak segera dimanfaatkan, jangan pernah menyesal jika bangsa ini kemudian benar-benar mengalami krisis bahan bakar yang akhirnya dapat menimbulkan dampak yang buruk bagi kelangsungan negara kita.

I.2 RUMUSAN MASALAH

Dari penelitian terdahulu terbukti bahwa pemakaian ethanol dapat secara positif menyebabkan kenaikan efisiensi mesin dan turunnya emisi CO, NOX, UHC dibanding pemakaian gasoline.

Dari sisi teknik pembangkitan daya dan emisi gas buang , ethanol (dalam bentuk murni ataupun campuran) relatif superior terhadap gasoline. Penggunaan ethanol sebagai bahan bakar pada mesin pembakaran dalam akan meningkatkan efisiensi mesin, serta menurunkan kadar emisi gas yang berbahaya bagi lingkungan (relatif terhadap mesin gasoline). Produk samping berupa listrik serta dampak penurunan emisi CO2 merupakan dua nilai tambah yang sangat berkonstruksi positif terhadap lingkungan.

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan kondisi operasi yang optimum pada pembuatan bioethanol sehingga dihasilkan produk bioethanol dengan spesifikasi yang memenuhi standart.

I.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan umum penelitian ini adalah menghasilkan bioethanol dari bahan baku ganyong. Tujuan secara khusus dapat dijabarkan sebagai berikut :

  1. Menghasilkan bioethanol dari bahan baku yang mengandung karbohidrat / pati, dalam hal ini ganyong.
  2. Mendapatkan kondisi operasi optimum pada proses pembuatan bioethanol.

I.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Dihasilkan produk pengganti bahan bakar minyak yang berkualitas dan lebih ramah terhadap lingkungan.

2. Sebagai alternatif cara dalam mengatasi krisis bahan bakar minyak di Indonesia akibat mulai menipisnya cadangan minyak dunia.

3. Menciptakan inovasi bahan bakar yang harganya lebih terjangkau oleh masyarakat luas.

4. Membantu progam Pemerintah dalam mengembangkan teknologi penghasil energi alternatif sehingga dapat mengurangi anggaran yang dikeluarkan untuk subsidi Bahan Bakar Minyak.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Ganyong

Tanaman ganyong (Cannna edulis) merupakan tumbuhan semak berbatang basah (herbaceous) yang bersifat merumpun dan menahun. Batang ganyong tumbuh tegak dengan tinggi 0,9-1,8m, bahkan pada tanah yang subur dam cocok dapat mencapai tinggi hampir 3m. Bentuk batang bulat agak pipih yang merupakan kumpulan pelepah daun yang secara teratur saling menutupi (tumpang tindih), sehingga disebut batang semu. Daunya berwarna hijau kemerah-merahan dengan letak berselang-seling. Tanaman ganyong juga mempunyai bunga yang cukup menarik yang berwarna merah dengan variasi warna kuning. Bentuk bunganya menyerupai terompet dan jika terjadi penyerbukan akan menghasilkan buah dengan bentuk bulat kecil yang kulitnya berbintil-bintil halus dan di dalamnya terdapat rongga-rongga tempat mnempelnya biji buah. Bentuk ubi ganyong beraneka macam mulai dari panjang lonjong, bulat, agak pipih sampai tidak beraturan. Ubi ganyong berdaging tebal dan berwarna putih atau keungu-umguan. Bila ubi dimasak rasanya enak kemanis-manisan.

Ganyong merupakan salah satu bahan pangan non beras yang bergizi cukup tinggi, terutama kandungan karbohidratnya. Kandungan gizi ganyong secara lengkap dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Gizi dalam tiap 100 gr Ubi Ganyong

No

Unsur Gizi

Proporsi

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

Kalori

Protein

Lemak

Karbohidrat

Kalsium

Fosfor

Zat Besi

Vitamin B1

Vitamin C

Air

Bagian yang dapat dimakan

95,00 kal.

1,00 gr

0,11 gr

22,60 gr

21,00 mg

70,00 mg

1,90 mg

0,10 mg

1,00 mg

75,00 gr

65 %

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981)

Menurut literatur tentang asal usul tanaman ganyong, terdapat keterangan yang bervariasi, diantaranya menyebutkan berasal dari India Barat, Srilanka, dan Amerika Tropis. Kini tanaman ganyong tersebar di berbagai negara terutama di daerah Asia, Australia, Afrika, Polinesia dan sebagainya. Sedangkan di daerah Indonesia sentrum penanaman ganyong terdapat di daerah Bandung, Garut, Karawang, Lebak, Subang, Cianjur, Ciamis, Majalengka, Sumedang, Purworejo, Klaten dan Wonosobo serta beberapa daerah di Jawa Timur. Pada umumnya. Pada umumnya penanaman ganyong masih bersifat sambilan di lahan pekarangan baik secara tumpang sari atau sebagai tanaman sela.

Tanaman ganyong mempunyai beberapa keunggulan untuk dibudidayakan secara intensif dan komersiel. Tanaman ini tumbuh pada semua jenis tanah dan tempat terlindung baik di daerah dataran rendah sampai dengan pegunungan dengan ketinggian 2550m darinpermukaan air laut. Kondisi iklim ideal untuk pengembangan tanaman ganyong adalah pada kisaran suhu 28-32oC, kelembaban udara 50%-80%, dan curah hujan 1120mm per tahun. Cocok ditanam di lahan-lahan pekarangan sebagai lumbung hidup, di lahan tegalan yang ditumpangsarikan dengan tanaman palawija lainnya, atau di jadikan tanaman sela diantara tanaman tahunan. Tanaman ganyong berfungsi sebagai tanaman penutup tanah, pengendali erosi, tanaman hias, sekaligus sebagai bahan pangan sumber karbohidrat.

Penentuan waktu panen yang disesuakan dengan tujuan pemanfaatan ubi dan cara panen yang tepat akan sangat mempengaruhi mutu hasil panen. Mutu hasil panen yang baik didukung dengan penanganan pasca panen yang tepat, akan mempengaruhi mutu produk olahan yang diinginkan. Ciri tanaman ganyong yang siap dipanen adalah jika daun-daunnya sudah menguning atau mengering, sebagian atau seluruh batang mati, dan umbi-umbinya mengembul ke permukaan. Makin tua tanaman ganyong, kandungan karbohidratnya cenderung makin tiggi.

Tinggi rendahnya daya simpan ubi, ditentukan oleh teknik penanganan pasca panennya. Masyarakat Indonesia pada umumnya masih mengkonsumsi ganyong sebagai nyamikan, misalnya dengan direbus. Ubi ganyong dapat diolah menjadi pati atau tepung yang dalam industri makanan sering digunakan dalam pembuatan kue, makanan bayi, keripik, jenang dodol dan lain-lain.

II.2 Alkohol

Alkohol adalah suatu senyawa yang memiliki rumus umum R-OH dimana R merupakan gugus alkyl. Gugus ini bisa berupa rantai terbuka maupun rantai tertutup. Alkohol dapat disebut sebagai turunan hidroksi dari alkana, maupun sebagai turunan alkil dari air dan persamaan dari kedua induk ini tetap ada.

RH ; ROH ; HOH

alkana alkohol air

Alkohol merupakan sebutan awam untuk etanol, mempunyai rumus molekul C2H5OH dengan berat molekul 46,07, mempunyai sifat mudah menguap dan terbakar, berbau spesifik, tidak korosif.

Penggunaan alkohol sangat luas, misalnya bahan baku kosmetik, pelarut organik, obat-obatan, minuman beralkohol, dan sumber energi.

Ada dua cara pembuatan alkohol yaitu proses sintetis dan proses fermentasi. Meskipun alkohol dapat diperoleh secara sintetis, namun produksi alkohol secara fermentasi tetap dilakukan karena relatif murah dan mudah dengan bahan baku yang mengandung karbohidrat.

II.3 Ethanol

Ethanol atau etil alkohol C2H5OH, merupakan cairan yang tidak berwarna, larut dalam air, eter, aseton, benzene, dan semua pelarut organik, serta memiliki bau khas alkohol. Sifat-sifat kimia dan fisis ethanol sangat tergantung pada gugus hidroksil. Pada tekanan > 0,114 bar (11,5 kPa) ethanol dan air dapat membentuk larutan azeotrop (larutan yang mendidih seperti campuran murni; komposisi uap dan cairan sama)

Salah satu pembuatan ethanol yang paling terkenal adalah fermentasi. Bahan mentahnya adalah karbohidrat yang langsung dapat difermentasi. Ragi yang sering digunakan dalam industri fermentasi ethanol adalah Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces uvarum. Reaksinya adalah :

C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2

Ethanol banyak digunakan sebagai pelarut, germisida, minuman, bahan anti beku, bahan bakar, dan senyawa antara untuk sintesis senyawa-senyawa organik lainnya. Ethanol sebagai pelarut banyak digunakan dalam industri farmasi, kosmetika, dan resin maupun laboratorium. . Etanol dapat dicampur dengan bensin dalam kuantitas yang bervariasi untuk mengurangi konsumsi bahan bakar minyak bumi, dan juga untuk mengurangi polusi udara. Bahan bakar tersebut dikenal di AS sebagai gasohol dan di Brasil sebagai bensin tipe C. Dua campuran umum di AS adalah E10 dan E85 yang mengandung 10% dan 85% etanol. Sedangkan campuran yang umum di Brasil adalah bensin tipe C dan jenis oktan tinggi, yang mengandung 20-25% ethanol.

II.4 Proses Fermentasi

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.

Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Respirasi anaerobik dalam otot mamalia selama kerja yang keras (yang tidak memiliki akseptor elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai bentuk fermentasi.

Fermentasi alkohol merupakan proses pembuatan alkohol dengan memanfaatkan aktivitas yeast. Proses fermentasi adalah anaerob, yaitu mengubah glukosa menjadi alkohol, tetapi dalam pembuatan starter dibutuhkan suasana aerob dimana oksigen diperlukan untuk pembiakan sel. Reaksinya adalah sebagai berikut :

a. pemecahan glukosa dalam suasana aerob

C6H12O6 + 6O2 → 6CO2 + H2O

b. Pemecahan glukosa secara anaerob

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2

Proses pemecahan glukosa dengan bantuan yeast termasuk salah satu proses enzimatik karena yeast ini menghasilkan enzyme dan secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut :

C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2ATP + 57kCal

Bila biakan yang digunakan terlalu muda atau waktu inkubasi terlalu singkat, ada kemungkinan biakan tersebut masih dalam fase adaptasi, sehingga pertumbuhan belum optimal, tetapi apabila waktu inkubasi terlalu lama kemungkinan biakan telah mencapai fase stasioner, oleh karena itu biakan yang paling baik berada pada fase log yaitu fase pertumbuhan yang paling optimal.

Saccharomycess cereviseae merupakan mikroba yang bersifat fakultatif, ini berarti mikroba tersebut memiliki 2 mekanisme dalam mendapatkan energinya. Jika ada udara, tenaga di peroleh dari respirasi aerob dan jika tidak ada udara tenaga di peroleh dari respirasi anaerob. Tenaga yang diperoleh dari respirasi aerob digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel sehingga praktis tidak ada kenaikan jumlah alkohol.

Ditinjau dari segi efisiensi penggunaan tenaga, ternyata kondisi aerob memberikan suasana lebih menguntungkan dalam usaha memperbanyak jumlah yeast di bandingkan kondisi aerob. Dalam fermentasi alkohol, mikroba yang di pakai adalah:

· Saccharomycess cereviseae

· Saccharomycess anamensis

· C schizosaccharomycess pourlee

Syarat-syarat yeast yang dapat dipakai dalam proses fermentasi adalah:

1. Mempunyai kemampuan tumbuh dan berkembang biak dengan cepat dalam substrat yang sesuai

2. Dapat menghasilkan enzim dengan cepat untuk mengubah glukosa menjadi alkohol

3. Mempunyai daya fermentasi yang tinggi terhadap glukosa, fruktosa, galaktosa, dan maltosa

4. Mempunyai daya tahan dalam lingkungan di kadar alkohol yang relatif tinggi

5. Tahan terhadap mikroba lain

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fermentasi

1.Kadar gula

Bahan dengan konsentrasi gula tinggi mempunyai efek negatif pada yeast, baik pada pertumbuhan maupun aktivitas fermentasinya. Kadar glukosa yang baik berkisar 10 - 18%. Apabila terlalu pekat, aktivitas enzim akan terhambat sehingga waktu fermentasi menjadi lambat disamping itu terdapat sisa gula yang tidak dapat terpakai dan jika terlalu encer maka hasilnya berkadar alkohol rendah.

2.Nilai keasaman

Saccharomycess cereviseae dapat tumbuh baik pada range 3 - 6, namun apabila pH lebih kecil dari 3 maka proses fermentasi akan berkurang kecepatannya pH yang paling optimum pada 4,3 - 4,7. pada pH yang lebih tinggi, adaptasi yeast lebih rendah dan aktivitas fermentasinya juga meningkat, tetapi ternyata pengaruh juga pada pembentukan produk samping sebagai contoh, pada pH tinggi, konsentrasi gliserin meningkat juga. Secara mikrobiologi kondisi asam inilah yang menyebabkan terjadinya selektivitas populasi mikroba pada sari buah, didukung dengan proses sulfitasi yang ditujukan untuk mengurangi populasi bakteri asam asetat dan bakteri asam laktat serta berbagai jenis yeast yang tidak dikehendaki sebelum proses fermentasi memungkinkan proses fermentasi dapat berlangsung dengan baik.

3. Temperatur

Suhu berpengaruh terhadap proses fermentasi melalui dua hal secara langsung mempengaruhi aktivitas enzim khamir dan secara langsung mempengaruhi hasil alkohol karena adanya penguapan.seperti proses biologis (enzimatik) yang lain, kecepatan fermentasi akan bertambah sesuai dengan suhu yang optimum umumnya 27 - 32OC. Pada 27oC etanol hilang menguap 0,83%, pada 32OC sebesar 1,66%. Saccharomycess cereviseae mempunyai temperature maksimal sekitar 40 - 50OC dengan temperatur minimum 0OC. Pada interval 15-30 OC fermentasi mengikuti pola bahwa semakin tinggi suhu, fermentasi makin cepat berlangsung.

4. Nutrient

Nutrient diperlukan sebagai tambahan makanan bagi pertumbuhan yeast. Nutrient yang diperlukan misalnya : garam ammonium(NH4CL) dan garam phosphate (pupuk TSP).

5.Aerasi

Oksigen diperlukan untuk pertumbuhan yeast tapi tidak diperlukan dalam proses alkohol, karena proses fermentasi alkohol bersifat anaerob.

6.Waktu

Waktu fermentasi pada umumnya sekitar 7 hari atau lebih tergantung kadar gula, suhu, dan faktor-faktor lain.

II.5 Hidrolisa Pati

Hidrolisis merupakan reaksi pengikatan gugus hidroksi/ OH oleh suatu senyawa. Gugus OH dapat diperoleh dari senyawa air. Hidrolisis dapat digolongkan menjadi hidrolisis murni, hidrolisis katalis asam, hidrolisis katalis basa, gabungan alkali dengan air dan hidrolisis katalis enzim. Sedangkan berdasarkan fase reaksi yang terjadi diklasifikasikan menjadi hidrolisis fase cair dan hidrolisis fase uap.

Hidrolisis pati terjadi antara suatu reaktan pati dengan reaktan air. Reaksi ini adalah orde 1, karena reaktan air dibuat terlebih dahulu, sehingga perubahan reaktan dapat diabaikan. Reaksi hidrolisis pati dapat menggunakan katalisator ion H+ yang dapat diambil dari asam.

Reaksi yang terjadi pada hidrolisis pati adalah sebagai berikut:

(C6H10O5)x + xH2O à (x+1) C6H12O6.

Hidrolisa dengan air murni berlangsung lambat dan hasil reaksi tidak komplit, sehingga perlu ditambahkan katalis untuk mempercepat reaksi dan meningkatkan selektivitas ( Groggins, 1958 ). Katalis ini dapat berupa asam, alkali, atau enzim, Jadi garis besarnya hidrolisa dapat dibagi menjadi :

· Hidrolisa dengan air murni

· Hidrolisa dengan asam, encer atau pekat

· Hidrolisa dengan alkali, encer atau pekat

· Alkali fusion, dengan sedikit atau tanpa air pada temperatur tinggi

· Hidrolisa dengan enzim

Pati termasuk golongan karbohidrat, golongan polisakarida yang sering dijumpai di alam. Apabila dihidrolisa menghasilkan oligosakarida dan monosakarida yaitu glukosa.

Variabel-variabel yang Berpengaruh Terhadap Reaksi Hidrolisa:

1. Katalisator

Hampir semua reaksi hidrolisa memerlukan katalisator untuk mempercepat jalannya reaksi. Katalisator yang dipakai dapat berupa enzim atau asam sebagai katalisator, karena kerjanya lebih cepat. Asam yang dipakai beraneka jenisnya mulai dari asam klorida (Agra dkk, 1973; Stout & Rydberg Jr, 1939), asam sulfat sampai asam nitrat. Yang berpengaruh terhadap kecepatan reaksi adalah konsentrat ion H, bukan jenis asamnya. Meskipun demikian di Indonesia umumnya dipakai asam klorida. Pemilihan ini didasarkan atas sifat garam yang terbentuk pada penetralan tidak menimbulkan gangguan apa-apa, selain rasa asin jika konsentrat tinggi. Karena itu konsentrat asam dalam air penghidrolisa ditekan sekecil mungkin. Umumnya dipergunakan larutan asam yang mempunyai konsentrasi asam lebih tinggi daripada pembuatan sirup. Hidrolisa pada tekanan 1 atm memerlukan asam yang jauh lebih pekat.

2. Suhu dan Tekanan

Pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi mengikuti persamaan Arhenius. Makin tinggi suhu, makin cepat jalannya reaksi. Untuk mencapai konversi tertentu diperlukan waktu sekitar 3 jam untuk menghidrolisa pati ketela rambat pada suhu 100 oC. Tetapi kalau suhunya dinaikkan sampai suhu 135 oC, konversi yang sebesar itu dapat dicapai dalam 40 menit (Agra dkk, 1973). Hidrolisis pati gandum Jagung dengan katalisator asam sulfat memerlukan suhu 160 oC. Karena panas reaksi hampir mendekati nol, dan reaksi berjalan dalam fase cair, maka suhu dan tekanan tidak banyak mempengaruhi keseimbangan.

3. Pencampuran (Pengadukan)

Supaya zat pereaksi dapat saling bertumbukan dengan sebaik-baiknya maka perlu adanya pencampuran. Untuk proses batch, hal ini dapat dicapai dengan bantuan pengaduk atau alat pengocok (Agra dkk, 1973). Apabila prosesnya berupa proses alir (kontinyu), maka pencampuran dilakukan cengan cara mengatur aliran di dalam reaktor supaya berbentuk olakan.

4. Perbandingan Zat Pereaksi

Kalau salah satu zat pereaksi berlebihan jumlahnya maka keseimbangan dapat menggeser ke kanan dengan baik. Oleh karena itu suspensi pati yang kadarnya rendah memberi hasil yang lebih baik dibandingkan kadar patinya tinggi. Bila kadar suspensi pati diturunkan dari 40% menjadi 20% atau 1%, konversi akan bertambah dari 80% menjadi 87 atau 99% (Groggins, 1958). Pada permukaan kadar suspensi pati yang tinggi sehingga molekul-molekul zat pereaksi akan sulit bergerak. Untuk menghasilkan glukose biasanya digunakan suspensi pati sekitar 20%.

II.6 Destilasi

Destilasi berarti memisahkan komponen-komponen yang mudah menguap dari suatu campuran cair dengan cara menguapkannya, yang diikuti dengan kondensasi uap yang terbentuk dan menampung kondensat yang dihasilkan.

Uap yang dikeluarkan dari campuran disebut sebagai uap bebas, kondensat yang jatuh sebagai destilat dan bagian cairan yang tidak menguap sebagai residu. Proses destilasi telah digunakan sejak ribuan tahun yang lalu, secara khusus dalam konsentrasi alkohol pada pembuatan wine. Proses ini memakai pendingin Leibig. Pada prinsipnya mekanisme kerjanya adalah mendinginkan uap air/ panas dengan pendinginan melalui air.

Dengan destilasi ini, juga dapat memisahkan dua atau lebih suatu campuran yang memiliki perbedaan titik didih. Ethanol yang dihasilkan didapat dari proses fermentasi di destilasi dua kali. Ethanol mendidih pada temperatur yang lebih rendah dibanding air dan saat campuran terdestilasi dengan embun akan terkandung kadar yang berbeda pada ethanol-boiling lower. Uap air ini memberikan hasil yaitu berupa destilat (produk destilasi) yang kaya akan ethanol (konsentrasi tinggi) dan sisanya pada botol kaya akan air.

Pemisahan secara lengkap tidak hasilnya tidak beresiko apapun. Karena jika nantinya sebagian dari destilat tersebut di destilasi lagi maka produk yang kaya akan ethanol akan tetap terjaga.

II.7 Teori Saccharomyces

Saccharomyces cerevisiae adalah yeast yang berkembangbiak secara pembelahan (budding). Morfologinya berupa sel oval dengan panjang 10 μm, dan lebar 5 μm. Yeast ini dikenal sebagai beaker yeast dan brewer yeast karena memfermentasikan gula menjadi alkohol dan karbondioksida.

Saccharomyces cerevisiae dipakai pertama kali untuk membuat roti oleh seorang Inggris pada tahun 1972. Kemudian penggunaannya berkembang untuk membuat bir dan beverage malt, dari larutan yang mengandung yeast propagator. Selama proses, gula maupun nutrient ditambahkan sedikit demi sedikit dengan teratur. Nutrient yang paling menentukan terhadap hasil yeast adalah senyawa nitrogen terutama dalam bentuk (NH4)2SO4 dan NH4OH. Penambahan NH4OH dimasukkan agar pH medium tetap. Kalau proses hampir selesai penambahan senyawa nitrogen dikurangi bahkan dihentikan pada fase terakhir agar zat-zat gula akan diubah menjadi bahan makanan cadangan.

II.8 Penelitian Terdahulu

Sebelum penelitian ini telah dilakukan penelitian-penelitian mengenai bidang ini antara lain :

  1. Pembuatan bioetanol berbahan tomat apkir ( I Del Campo dari Biomass Energy Department, Spanyol)

Pada penelitian ini digunakan bahan baku tomat yang mengandung sekitar 20% gula. Setelah fermentasi menghasilkan 18% etanol.

  1. Pembuatan bioetanol dari ubi jalar (Tatang H Soerawidjaja 2005)

Pada penelitian ini digunakan ubi atau singkong. Prosesnya melalui sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana), fermentasi, dan terakhir adalah destilasi. Digunakan singkong karena memiliki kadarpati 25-30 persen. Berdasarkan analisis hasil dari 1000 kg biomass singkong dapat diubah menjadi 166,66 lt bioetanol.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 METODE PENGUMPULAN DAN ANALISIS SAMPEL

III.1.1 BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

§ Ganyong

§ Saccharomyces cerevisiae

§ Aquadest

§ NaOH

§ Glukosa standart

§ Fehling A dan fehling B

§ Indikator Methylen Blue

§ HCL

§ Enzim glukoamilase

§ (NH4)2SO4, urea, asam phospat, magnesium sulfat

§ Garam non yodium

§ Natrium Alginat

2. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah


· Erlenmeyer

· Buret

· Beaker glass

· Pemanas

· Statif klem

· Picnometer

· Pendingin balik

· Gelas ukur

· Labu destilasi

· Labu takar

· Termomeeter

· Selang

· Corong

· Pompa vakum

· Pipet

· Adaptor

· Kompor listrik

· Gelas arloji

· Labu soklet

· Oven

· Bunsen

· Autoclave

· Pendingin Leibig

· Labu digester

· Neraca analitis

· Kertas saring

· Cawan porselin


3.Rangkaian Alat

Gambar 1. Rangkaian Alat Proses Hidrolisis

3

Keterangan Gambar:

1.Labu Erlenmeyer

2.Beaker glass + air

4 3.Selang

4.Sumbat

1

2




Gambar 2. Rangkaian Alat Proses Fermentasi

Gambar 3. Rangkaian Alat Proses Distilasi

III.1.2 VARIABEL PERCOBAAN

Variabel yang diteliti meliputi :

Variabel tetap :

· Jumlah ganyong : 10 gr

· Waktu proses fermentasi : 5 hari

Variabel berubah :

· Temperatur : 60 , 70 , 80 dan 90 oC

· Rasio ganyong : air : 1:1, 1:2 , 1:3 dan 1:4

III.1.3 RESPON PENGAMATAN

Untuk mengetahui proses reaksi fermentasi berjalan dan mengetahui kualitas bioetanol yang dihasilkan, parameter yang diamati adalah banyaknya yield atau persen bioetanol yang dapat dihasilkan dari bahan baku.

III.1.4 ANALISA HASIL

Ganyong hasil hidrolisa yang telah di fermentasikan secara anaerob selama 5 hari dimasukkan ke dalam labu distilasi, kemudian di destilasi pada suhu 75–80oC, catat volume hasil pemisahan, dan alkohol yang dihasilkan di analisa kadarnya dengan refraktometer.

III.1.5 LANGKAH PERCOBAAN

A. Analisa Pendahuluan

1. Analisa Kadar Air

Gelas arloji kosong dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 15 menit lalu didinginkan dalam eksikator kemudian di timbang dengan neraca analitis sampai perolehan berat konstan. Timbang 5 gram ganyong dengan neraca analitis dalam gelas arloji lalu di masukkan dalam eksikator dan di timbang beratnya. Ulangi perlakuan di atas hingga di dapat berat konstan.

Kadar air = x 100%

Dimana : A = berat ganyong

B = berat gelas arloji + ampas setelah pengeringan

C = berat gelas arloji + ampas sebelum pengeringan

2. Analisa Kadar Pati

a. Pembuatan larutan glukosa standart

Larutan glukosa standart dibuat dengan jalan melarutkan 2,5 gram glukosa anhidrid dengan aquadest sampai 1000 ml.

b. Standarisasi Larutan Fehling

Larutan Fehling A dan Fehling B sebanyak 5 ml diambil dengan menggunakan pipet volume kemudian dicampur dan ditambahkan 15 ml larutan glukosa standart dari buret. Campuran di didihkan selama beberapa menit, dalam keadaan mendidih penetesan larutan glukosa dilanjutkan sampai warna biru hilang. Catat volume titran. Setelah itu campuran ditambahkan 2 -3 tetes indikator Metylen Blue sampai terbentuk warna merah bata. Volume glukosa standart yang dibutuhkan di catat ( F).

3. Penentuan Kadar Pati dalam Ganyong

10 gram sampel di tambah dengan katalis HCl 1 N sebanyak 100 ml dipanaskan dalam labu leher tiga selama 1 jam pada suhu 100oC kemudian di dinginkan dan di saring, lalu di netralkan dengan NaOH. Ambil sampel sebanyak 5 ml, diencerkan sampai 100 m, kemudian diambil sebanyak 5 ml, masukkan dalam campuran fehling A dan fehling B ( masing – masing 5 ml) dengan pipet volume dan glukosa standart sebanyak 15 ml dari buret. Campuran di panaskan sampai mendidih dan penetesan glukosa standart dilanjutkan sampai warna biru hilang. Setelah itu campuran di tambah 2 – 3 tetes indicator Metylen Blue dan titrasi sampai warna merah bata, catat kebutuhan glukosa standart (M).

Kadar Glukosa:

Dimana :

F = kebutuhan glukosa standart pada standarisasi larutan fehling

M = kebutuhan glukosa standart pada penentuan kadar glukosa dan pati

N = Massa jenis glukosa standart = 0,0025 gr/ml

Kadar pati = 90% kadar glukosa

Bila kadar glukosanya lebih dari 15%, maka perlu diencerkan dengan aquadest. Aquadest yang di tambahkan:

% b – (15%) =

B. Pembuatan atau produksi

  1. Kupas ganyong segar, semua jenis dapat dimanfaatkan. Bersihkan dan cacah berukuran kecil-kecil.

2. Keringkan ganyong yang telah dicacah hingga kadar air maksimal 16%. Tujuannya agar lebih awet sehingga dapat disimpan sebagai cadangan bahan baku.

3. Masukkan gaplek ke dalam tangki stainless steel, lalu tambahkan air dengan perbandingan 1 : 4. Panaskan gaplek hingga 100"C selama 0,5 jam. Aduk rebusan gaplek sampai menjadi bubur dan mengental.

4. Dinginkan bubur gaplek, lalu masukkan ke dalam labu leher tiga ( rangkaian alat hidrolisis). Sakarifikasi adalah proses penguraian pati menjadi glukosa. Setelah dingin, masukkan cendawan Aspergillus yang akan memecah pati menjadi glukosa. Aspergillus yang digunakan sebanyak 10% dari total bubur. Konsentrasi cendawan mencapai 100-juta sel/ml.

5. Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah menjadi 2 lapisan: air dan endapan gula. Aduk kembali pati yang sudah menjadi gula itu, lalu masukkan ke dalam tangki fermentasi. Namun, sebelum difermentasi pastikan kadar gula larutan pati maksimal 17—18%. Itu adalah kadar gula maksimum yang disukai bakteri Saccharomyces unluk hidup dan bekerja mengurai gula menjadi alkohol. Jika kadar gula lebth tinggi, tambahkan air hingga mencapai kadar yang diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar gula maksimum.

6. Tutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan Saccharomyces bekerja mengurai glukosa lebih optimal. Fermentasi berlangsung anaerob alias tidak membutuhkan oksigen. Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada 28—32"C dan pH 4,5—5,5.

7. Setelah 2—3 hari, larutan pati berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan terbawah berupa endapan protein. Di atasnya air, dan etanol.

8. Sedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyaring endapan protein.

9. Meski telah disaring, etanol masih bercampur air. Untuk memisahkannya, lakukan destilasi atau penyulingan. Panaskan campuran air dan etanol pada suhu 78°C atau setara titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dulu menguap ketimbang air yang bertitik didih 100°C. Uap etanol dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair.

10. Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larut, diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering. Oleh sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan 100°C. Pada suhu itu, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99% yang siap dieampur denganbensin. Sepuluh liter etanol 99%, membutuhkan 120— 130 liter bir yang dihasilkan dari 25 kg gaplek.

Secara lengkap disajikan dalam blok diagram berikutText Box: Ganyong




Suspensi yeast

Suhu 1100C,waktu 1jam




fermentasi

pH 4-5,waktu aerasi 5hari




waktu 5 hari

Analisa kadar dengan refraktometer

suhu 75-800C

III.2 METODE PENGOLAHAN DATA

Cara pengolahan data dilakukan dengan metode statistik.

III.3 ANALISIS DATA

Data hasil percobaan yang telah diolah dibuat grafik dan kemudian dilakukan analisa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar